Jumat, 16 April 2010

Pilkada dan Harapan

Menyambut hadirnya Pemilukada beberapa Kabupaten dan Kota, kita berharap terjadi perkembangan positif menuju perbaikan bagi seluruh masyarakat. Munculnya kandidat pemimpin yang bertarung di pilkada Mei dan Juli nanti menjadi kabar gembira, karena masyarakat berharap siapapun terpilih dituntut memberi banyak perbaikan.
Sebagai harapan masa depan, Pilkada dianggap penting oleh masyarakat. Karena itu, sikap dan tindakan kandidat pemimpin menjadi kriteria dalam penilaian. Apakah dia pantas kita pilih sebagai pimpinan masyarakat, yang sebelumnya banyak masyarakat dikhianati dan tertipu oleh lips service kampanye. Dinamika politik jelang pilkada juga sering melanggar etika politik, mencabut respek social, dan menanggalkan prinsip humanisme. Kondisi yang dipenuhi ambisi kepentingan parsial dan sempit dari pada menemukan pemecahan masalah.
Distorsi ini semakin kental dan mengeras ketika para kandidat memobilisasi isu-isu yang saling menjatuhkan sehingga adegan didepan masyarakat adalah eskalasi politik degil yang memperlihatkan gaya konflik ngotot, keras kepala, menghakimi ( judgement ) dan politik uang. Sebuah sikap yang belum tersentuh kearifan politik yang tidak memberi pelajaran politik masyarakat. Hak Politik dan demokrasi rakyat local diarahkan pada pendekatan konsertrasi uang.
Hingga saat ini kita belum melihat dari kandidat menawarkan suatu konstruksi pemikiran arah perubahan dari issu penting pembangunan seperti, investasi, infrastruktus dan energy. Kemampuan mendesign program pembangunan daerah melalui langkah inovatif dari semua bentuk perubahan belum dimilki kandidat. Sehingga apa yang kita lihat dari sikap kandidat dan tim sukses dalam kampanye menjadi sering kontradiktif dengan apa yang diharapkan masyarakat.
Sistim politik dan demokrasi kita saat ini ( dalam makna demokrasi keindonesiaan ) juga masih pada tahap mementingkan popularitas dari pada kemampuan. Demokrasi berarti suara terbanyak, sehingga siapa saja yang punya suara paling banyak, dialah yang menang, bahkan dialah yang paling benar. Disini partisipasi masyarakat sesungguhnya menjadi hambar, karena partisipasi itu sendiri dirangsang dengan uang. Kita ingin rubah fenomena bahwa partisipasi pilkada ini kali , kandidat dituntut harus bisa melepas diri dari uang untuk memobilisasi massa.
Banyaknya partai politik dadakan yang muncul dan berusaha mengikutsertakan kandidat pada pilkada terlihat asal-asalan. Asal popular, asal banyak dana, asal banyak pengikut, dan asal sebagainya. Maka orang-orang yang benar-benar mampu tidak dilirik sama sekali. Mungkin kita perlu jujur mengatakan bahwa kualitas dan integritas kandidat yang ada masih jauh dari harapan. Ini menjadi kesalahan besar partai politik yang selalu berulang dalam menyaring pimpinan politik untuk pilkada. Padahal sistim selektif dan kelayakan kandidat oleh partai politik merupakan tanggungjawab terhadap masyarakat bahkan masa depan suatu daerah.
Sulit dibayangkan, jika sekarang ini setiap kandidat yang maju bertarung dipilkada cenderung termotifasi kebutuhan kekuasaan semata. Belum ada kearifan baik oleh partai politik maupun kansidat mau melihat jauh kedepan terhadap kebutuhan dan nasib masyarakat. Maka nilai-nilai kearifan antara politisi local mau ( intropeksi diri ) mengukur kemampuan untuk mengalah dan memberi kesempatan pada yang betul-betul mampu membawa perbaikan demi kepentingan bersama sulit diharapkan. Artinya, ada kesalahan perilaku politik local untuk memajukan daerah dan masyarakat.
Memghadapi perubahan besar sekarang, kandidat tidak cukup dan sangat berbahaya jika hanya mengandalkan kemapanan banyaknya masa pendukung dan banyak dana untuk menjadi pemimpin. Tetapi kandidat harus masuk dalam argumentative pada substansi kebutuhan mendasar perubahan yang bergerak searah perkembangan tekhonogi. Isu actual seprti, Pendidikan, kesehatan, SDM dan UKM berbasis tekhnologi untuk perkembangan ekonomi masyarakat, semestinya digarap dalam strategi kampanye untuk direalisasikan.
Dalam kondisi seperti ini, pada akhirnya masyarakat dihadapkan pada situasi penilaian yang sulit untuk memilih. Sejarah Pilkada memberi bukti dimana masyarakat begitu arif menerima calon pemimpin yang disodorkan partai politik, tanpa harus bertanya sebelum datang memberi hak pilih. Padahal masyarakat butuh kualitas pemimpin yang memiliki strategi yang sanggup menjawab kebutuhan perubahan. Para pemimpin daerah terpilih tidak cukup berharap pada oriantasi pelatihan oleh Mendagri untuk memimpin pemerintahan daerah.
Penilaian kualitas dan integritas kandidat melalui sejumlah program kebutuhan perubahan adalah harapan masyarakat. Maka tawaran program ini menjadi janji atau kontrak secara tidak langsung dari kandidat yang akan ditagih masyarakat. Karena itulah, masyarakat berharap ada kecerdasan dari kandidat pemimpin untuk dinilai pantas atau tidak untuk dipilih.****

Kamis, 15 April 2010

Susno memilih perang dengan Mabes Polri

Susno Pilih Perang Dengan Mabes Polri
Drama penangkapan dan dibawa paksa oleh provost dari Bandara Internasional Soekarno Hatta, Komisaris Jenderal Susno Duadji merasa marah dan terhina. Diareal dekat toilet bandara lokasi penangkapan, Pak Susno sempat debat dengan beberapa personil provost selama 45 Menit , kemudian digiring paksa ke Mabes Polri.
Merasa ditangkap secara paksa, Pak Susno mengatakan “ saya diperlakukan seperti kambing”, merupakan bentuk kekecewaan luar bisa yang membuat Pak Susno akan melawan dan mengajak Mabes Polri berperang.
Tanda-tanda perlawanan pak Susno terhadap internal Istitusinya dapat kita lihat ketika beliau menolak minuman yang diserahkan anggota penyidik saat diperiksa malam tadi ( 12/4 ). Sepertinya Pak Susuno menganggap haram dan nalurinya tidak lagi mempercayai situasi lingkungan Mabes Polri yang ada sekarang ini.
Penangkapan ini menjadi puncak perlawanan terbuka oleh Pak Susno terhadap Mabes Polri. Sebelumnya Pak Susno telah diperiksa dan dituduh mencederai kehormatan institusi lantaran terlalu banyak bernyanyi membuka aib jajaran internal sendiri oleh Mabes Polri. Tuduhan pelanggaran kode etik dan disiplin Polri juga pernah ditetapkan kepada Pak Susno ketika menjadi saksi kasus Antasari Azhar i di PN Jakarta Selatan beberapa waktu lalu, namun tidak ada tindak lanjut karena alasan ketentuan hukum yang belum jelas atau ada pertimbangan lain.
Belakangan Komjen Susno Duadji semakin kencang bernyanyi, beberapa nama jenderal Mabes Polri disebut terlibat indikasi mafia hukum berkongkolingkong bersama Gayus dan melibatkan sejumlah pejabat Pajak, Kejaksaan Agung dan kehakiman. Menguaknya sejumlah praktek mafia hukum dijajaran Mabes dari mulut Mister Susno ini semakin memanaskan kuping dan muka para jenderal Mabes Polri.
Mabes Polri menyadari sikap Susno sebagai pembangkangan yang keluar dari garis tradisi menjaga kehormatan jajaran dan institusi. Upaya Mabes Polri menghentikan Susno tidak banyak bernyanyi lagi seperti, pelanggaran kode etik dan disiplin tidak ditindaklanjuti dengan sanksi, atau Mabes Polri mengklarifikasi bahwa Pak Susno tidak terindikasi terlibat korupsi dari tuduhan ikut menerima aliran dana korupsi oleh Kapolri. Hal ini sebenarnya warning dari Mabes Polri supaya Mister Susno kembali balik bersahabat dengan jajaran institusinya.
Entah kenapa, Mister Susno berpikiran beda. Dalam perjalananya, Mister Susno memilih cara sendiri dengan kembali bernyanyi Metal yang lebih kencang yaitu, membuka aib yang lebih besar kepada pihak lain yang lebih dipercaya dari luar institusinya. Disini tidak tanggung-tanggung, dihadapan komisi III dan Komisi IX DPR RI Susno kembali menyebut nama Jenderal Mabes polri yang selevel pangkat dirinya diduga terlibat mafia Arwana Pekan baru.
Nyanyian irama metal inilah yang membuat Mabes Polri semakin panik. Bagi Mabes Polri, sikap Komisaris jenderal Susno Duadji disadari sangat berbahaya dan mengancam baik bagi individu jajaran maupun secara institusi. Maka penangkapan terhadap Pak Susno di Bandara kemarin ( 12/4 ) sudah dirancang dalam koordinasi dan perencanaan.
Seperti biasa, Mabes Polri memiliki dasar hukum yang baku untuk menjerat personil internal pembangkang. PP No 2 tentang disiplin anggota Polri salah satu dasar hukum yang diterapkan , Dan dasar hukum inipun yang diterapkan pada Pak Susno Duadji sehingga harus ditangkap.
Kemarin tanggal ( 12/4 ) malam setelah Pak Susno ditanggkap, saya rilis kesemua email dan mengatakan penangkapan Pak Susno bersifat ‘ terpaksa ‘ karena memiliki 2 motif penting; 1. Mabes Polri panik dan ingin membungkam Susno supaya tidak banyak bernyanyi liar diluar. 2. Mabes gerah dan takut Pak Susno dimanfaatkan pihak lain.
Melihat apa yang dilakukan Pak Susno belakangan ini, jelas posisi jajaran Jenderal Mabes Polri terancam. Institusi Polri bersifat karir berjenjang yang menikmati sejumlah posisi jabatan. Karena itu indikasi pernah melakukan penyimpangan jabatan yang biasanya saling diketahui dan ditutup untuk masyarakat luar, ada kekuatiran akan dibongkar oleh Mister Susno.
Mungkin disinilah persoalan penting yang ditakuti Mabes Polri terhadap Komjen Susno Duadji. Apalagi Pak Susno pernah menjabat wakil ketua PPATK yang mewakili kepolisian. Pak Susno tentu memiliki sejumlah data indikasi keterlibatan jajarannya dalam sejumlah kasus korupsi dan mafia hukum.
Sekarang kita lihat, apakah penangkapan kemarin berbuah kompromi supaya Susno kembali lunak untuk melihat kepentingan institusi lebih luas dengan menutup masa lalu dan berkomitmen memperbaiki didepan. Atau Komjen Susno tetap berkesimpulan ingin nyanyi terus secara liar bersama pihak lain.
Kiranya melihat sikap Susno Duadji setelah kembali dari pemeriksaan malam tadi, terkesan Pak Susno memilih tetap bernyanyi atau ingin memilih perang untuk membuka semua aib yang ada dan pernah terjadi di Mabes Polri. Jika ini betul terjadi, maka kiamatlah Mabes Polri.***

Rabu, 14 April 2010

rencana propinsi sumbawa

Rencana Propinsi Sumbawa

Salam Sejahtera untuk kita semua...!
Terimakasih kepada semua pihak atas antusiasnya berbicara ' rencana propinsi sumbawa '. Tapi saya lebih suka menggunakan kata ‘revolusi ‘
Sekedar informasi
Dalam 10 Tahun terakhir, ada 205 daerah hasil pemekaran. Rinciannya, 7 propinsi, 164 kabupaten dan 34 Kota. Sementara ada 20 pengajuan baru yang sudah masuk ke komisi II DPR RI belum ditindak lanjuti karena adanya moratorium Presiden. Sehingga, semua gagasan dan opini pemekaran daerah ditunda untuk menunggu keputusan lebih lanjut dari hasil evaluasi oleh pemerintah.
Beberapa waktu lalu disejumlah tempat Presiden telah mengatakan ‘ menghentikan sementara pemekaran daerah’ dan akan mengevaluasi kembali sejumlah daerah pemekaran yang sudah ada. Moratorium Presiden ini telah disampaikan ke komisi II DPR RI dengan Dua surat berisi bahwa, usulan mengenai pemekaran daerah yang sudah masuk bisa untuk dikaji dan dipertimbangkan, apakah bisa diteruskan atau tidak masih belum jelas.
Sementara, saat ini Kementerian Dalam Negeri masih melakukan evaluasi 205 daerah hasil pemekaran serta menyusun grand design yang berisi berapa jumlah ideal Propinsi, Kabupaten dan Kota untuk 15 Tahun kedepan. Sedangkan hasil evaluasi dan penyusunan grand design akan rampung pada Juli ini, kemudian diajukan ke komisi II DPR RI untuk dibahas.
Apakah pengajuan pembentukan propinsi Sumbawa sudah masuk ke komisi II DPR RI sebelum atau sesudah adanya moratorium Presiden sudah ada yang bekerja, kita tunggu saja . Pemekaran harus jalan terus dari sisa kesempatan yang ada. Karena itu, sekaranglah waktunya bagi elemen local cepat bergerak dengan masyarakat untuk mendukung langkah tokoh yang lain, sehingga pemekaran itu diwujudkan.
Persoalan
Secara umum, pembentukan propinsi Sumbawa 100% memenuhi syarat, baik hukum, geologis, administratif, SDM dan ekonomi maupun social cultural dan structural.
Namun menjadi sulit ketika masuk dalam ranah politik. Hal ini menjadi benteng yang sulit ditembus.
Selama ini, lobi politik baik propinsi maupun pusat selalu gagal karena posisi politik tidak berimbang.

Memang betul, sudah ada sejumlah langkah di ambil, tetapi baru sebatas pembahasan dan tuntutan.
Belum ada keseriusan dalam komitmen untuk mengambil langkah strategis lain dengan duduk bersama dan lapang ada.
Pada era kepemimpinan Lalu Sarinata, desakan pembentukan propinsi Sumbawa memang sudah diajukan. Data evaluasi kelayakan, surat dukungan Kepala Daerah pulau Sumbawa dan rekomendasi DPRD propinsi periode 2004-2009 telah diterima Gubernur saat itu, tapi tidak direkomrndasikan lebih lanjut.
Apesnya, data tersebut diterima hanya sebagai respon menenangkan situasi saja, tidak ditindak lanjuti secara obyektif . Sarinata lebih menyetujui hasil evaluasi tim Pemda propinsi yang dibentuk dengan hasil rekayasa . Sementara, hasil evalusi kelayakan dari tim pemekaran dianggap tidak valid, alias ditolak.
Secara politik, kita sadar bahwa penolakan itu disebabkan oleh “ belum siapnya politisi pulau Lombok untuk melepas pulau Sumbawa”. Pendekatan yang cukup rasional adalah kebutuhan. Secara politik, politisi pulau Lombok berasumsi bahwa mereka memiliki jumlah penduduk lebih banyak. Maka tinjauan atas kebutuhan besar masyarakat Lombok termasuk keterwakilan politik mereka lebih banyak dianggap wajar. Hal ini juga berdampak pada ketidakseimbangan secara struktural birokrasi propinsi.
Lebih jauh lagi, dimana hampir semua kebutuhan pulau Lombok bersumber dari pulau Sumbawa. Pendekatan luas pulau, jumlah penduduk dan pendapatan daerah adalah kondisi paling mendasar yang dikuatirkan politisi pulau Lombok kedepan. Karena itulah, politisi pulau Lombok menganggap tabu pembentukan propinsi Sumbawa dan harus dipolitisir dengan cara apa saja untuk menghalanginya. ( lihat data wilayah, pendapatan penduduk NTB, ), ini adalah tantangan .
Presoalan lain yang muncul adalah, wacana pembentukan propinsi Sumbawa dijadikan obyek politik. Dalam Dua kali pemilihan Gubernur, cukup kental terjadi konspirasi politik untuk kekuasaan. Dimana politisi Lombok mengunci nilai kapabilitas dan profesionalitas tokoh pulau Sumbawa untuk memimpin NTB. Artinya, mereka sengaja tidak menghendaki NTB dipimpin oleh putra-putra pulau Sumbawa.
Sehingga , disisi kebijakan pulau Sumbawa sangat dirugikan. Sector pertambangan yang potensial dikuras melalui kebijakan yang tidak seimbang. Eksploitasi pertambangan besar hanya diijinkan di pulau Sumbawa, pulau Lombok ditutup kecuali pengembangan pariwisata. Tetapi keseimbangan pembagian hasil otomatis banyak berlari kepulau Lombok yang banyak penduduknya. Artinya, selama ini setiap 1 orang pulau Sumbawa berkewajiban untuk dan telah memberi nafkah 2 orang pulau Lombok.
Hampir dipastikan, penerimaan dari APBN dan PAD lebih banyak dibelanjakan pada pembangunan sarana dan prasarana di pulau Lombok. Semua ketidakadilan jatah pembangunan ini merupakan bagian dari strategi mempercepat pembangunan pulau Lombok dari sumber pendanaan pulau Sumbawa.
Tidak mungkin hak masyarakat pulau Sumbawa dari berbagai keunggulannya harus diserahkan kemasyarakat pulau Lombok oleh karena kebijakan dan banyaknya jumlah penduduk. Rasio pemikiran akan kebutuhan masa depan generasi pulau Sumbawa harus diselamatkan oleh pemekaran. Jangan sampai potensi sumber alam kita habis terkuras, lantas pemekaran disetujui. Indikasi ini harus diwaspadai.
Dari persoalan pendek ini, pembentukan propinsi Sumbawa menjadi sangat mendesak. Semua potensi yang dimiliki harus bergerak cepat. Tokoh dan elemen masyarakat kembali duduk bersama untuk mengambil sejumlah langkah positif dalam satu koordinasi.
Ruang Sudah Terbuka
Sekarang ini ruang itu kembali terbuka . Dalam politik, kita memiliki kesempatan lobi cukup potensial. Posisi politik kita di DPR RI lumayan bagus dengan adanya 4 wakil dan 1 wakil di DPD . Fachri Hamzah, Abdurahman, Lutfi, Rudi di DPR RI dan Prof. Farouk Muhammad di DPD serta ditambah Pak Harun Arasyid yang mewakili Jakarta utara bisa menjadi motor politik di DPR dan DPD.
Sedangkan tokoh seperti, pak Din Syamsudin, Hamdan Zulfa, Hatta Sumbawa , Prof. Ahmad Tipraya dan sejumlah tokoh lain sudah bekerja perlu dukungan lokal. Kita juga berharap kepada pihak lain yang ada disejumlah partai politik dan pemerintahan Pusat bisa menjadi penggerak yang efektif untuk mempengaruhi pihak-pihak terkait lainnya.
Sementara sejumlah tokoh potensi lain pulau Sumbawa ( Sumbawa Besar, Sumbawa Barat, Dompu, Kota Bima dan Kab Bima ) perlu menggunakan kekuatan ketohannya bersama sama elemen masyarakat masing-masing membangun gerakan social pembetukan propinsi Sumbawa.
Memang upaya ini akan ada sedikit ganjalan dari DPRD propinsi, ganjalan itu akan muncul karena anggotanya didominasi oleh mayoritas dari pulau Lombok. Pembagian komposisi keterwakilan berdasar pada jumlah penduduk tiap daerah menjadi alasan kekuatan politik pulau Lombok. Disni dibutuhkan kemampuan lobi ekstra intensif secara permanen oleh rekan kita yang juga duduk di DPRD Propinsi atau ada tekanan dari partai politik pusat.
Untuk mempercepat pembentukan propinsi, disamping langkah politik oleh pihak-pihak diatas, gerakan social oleh masing-masing tempat sangat diperlukan. Gerakan social masyarakat memiliki gaung yang luas. Maka, Inisiatif perlu dibangun oleh kelompok kecil dari Desa, Kecamatan, Kabupaten / Kota menuju sentral pergerakan ( panitia pusat ).
Langkah penting kelompok local seperti, pejelasan pembentukan propinsi Sumbawa, menarik sumbangan dari masyarakat misalnya ( Rp. 1000,-/ KK / Minggu), membuat jurnal sumbangan masyarakat untuk dipublikasikan, membangun opini masyarakat melalui media local dan Nasional. Pembentukan jaringan kerja seperti ini akan sangat berpengaruh besar secara local maupun Nasional.
Akhirnya, uraian sederhana ini, menjadi pertanyaan pendek kita semua.
Bagaimana dan dimana harus memulai
Siapa dan kapan akan dimulai, dll.
Kiranya, minimal kelompok Sumbawa, Dompu dan Bima secara local harus berkumpul untuk membahasnya. Bimacentergroups dan Sumbawanews saya pikir bisa menjadi media awal untuk menyatukan semangat ini. Saya tunggu komentar lebih lanjut dari teman lainnya. Trimks.
( tulisan ini hanya bicara sebatas spirit dan langkah sederhana pemekaran, dan tidak menyentuh cultural serta structural kerena hal itu menjadi bagian tersendiri yang tidak perlu dibahas saat ini ).