Rabu, 03 November 2010

Derita dari Kampus

Derita Dari Kampus.
Mungkin saat ini terjadi jeritan seorang guru, seorang dosen dan orang tua. Mari kita simak dan cermati, berapa lama pendidikan seorang anak sejak dari taman kanak – kanak sampai menjadi seorang sarjana, lalu masih berjuang lagi jika ingin menempuh strata S-2 dan naik lagi S-3. Disini mungkin membutuhkan waktu minimal 20 tahun lamanya. Untuk menjadi seorang professor, seorang dosen perlu berjuang lagi. Bayangkan berapa banyak biaya dan betapa banyak pengorbanan yang mesti dikeluarkan baik tenaga, pikiran, waktu, uang dan emosi.
Membayangkan itu semua maka wajar kalau acara wisuda sarjana merupakan hari kegembiraan dan kebanggaan dari semua lelah dan penantian panjang. Orang tua ikut antusias menghadiri hari bersejarah itu, mengabadikannya dengan berfoto ria. Para wisudawan mengenakan pakaian toga simbol kelahiran kembali sebagai orang yang telah dewasa secara intelektual.
Demikianlah , mereka dengan bekal kesarjanaan lalu menapaki jalan hidup lebih lanjut, ada yang berkarier sebagai akademisi di lingkungan kampus, dibirokrasi pemerintah maupun di sector swasta. Akhir-akhir ini, seorang guru ataupu dosen dibuat sedih oleh Pemberitaan media tentang skandal korupsi yang melanda banyak orang yang berlatar belakang pendidikannya sarjana, akademisi dan professor membuat jantung guru dan dosen tertusuk jarum.
Tentu, guru dan dosen bertanya-tanya.Ada apa dengan dunia pendidikan kita ?. Secara teoritis – normatif, seorang sarjana pasti paham bahwa korupsi itu jahat, ibarat virus perusak jaringan birokrasi yang berdampak kelumpuhan.
Guru dan dosen kembali bertanya-tanya. Apakah pendidikan yang salah, atau mental pejabat yang rapuh, ataukah sistim dan kultur birokrasi kita yang terlalu ganas dan menggilas siapapun yang bergabung…?, kiranya sulit untuk dijawab. Namun yang pasti, guru dan dosen tidak menghendaki mahasiswanya menanggalkan nilai integritasnya.
Mereka guru dan dosen menginginkan suasana diluar kampus memberikan inspirsi dan motifasi kepada mahasiswa bahwa jalan terbaik untuk sukses adalah belajar keras, menjaga integritas dan mengembangkan keahlian serta keterampilan. Bukan terjebak oleh kerja birokrasi yang hanya menghabiskan APBN untuk membayar gaji bulanan dan biaya proyek yang menjadi perangsang para koruptor.
Derita guru dan dosen semakin menjadi, ketika semua aktivis mahasiswa menggebu-gebu teriak anti korupsi, ketika bergabung ke partai politik atau birokrasi secara drastis berubah gaya hidup dan pola pikirnya. Mereka mahasiswa masuk kearah kultur permainan menghalalkan segala cara. Bertahun – tahun belajar untuk menjadi sarjana dengan teori dan etika agar mendapat lapangan kerja, dicungkir-balikan oleh kerasnya godaan.
Mungkin saat ini, guru dan dosen membayangkan. Setiap tahun puluhan ribu sarjana diwisuda, namun disaat bersamaan akan selalu muncul kepedihan dan pesimisme akan situasi diluar kampus yang banyak tersdia lapangan kerja berkultur busuk. ****

Tidak ada komentar: