Minggu, 07 November 2010

Pemilihan Kepala Daerah dan Aspek Yang Mendasarinya dalam Pembangunan Daerah

Pemilihan Kepala Daerah dan Aspek yang Mendasarinya Dalam Pembangunan Daerah.

Secara umum, pilkada memiliki dua landasan konstitusional dan historis, dimana pasal 18 ayat ( 4 ) hasil amandemen keempat Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan, Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai kepala daerah dipilih secara demokratis. Rumusan konstitusi ini membuka ruang interprestasi bahwa pemilihan kepala daerah dilakukan secara langsung oleh rakyat.
Pada zaman Belanda dan jepang, kepala daerah tidak dipilih. Pemilukada ditentukan dengan sistim penunjukan/ pengangkatan oleh penguasa colonial atau gubernur Jenderal. Jadi sistim rekruitmen kepala daerah saat itu mengabaikan nilai-nilai demokrasi.
Pada masa Orde lama dan Orde Baru, pemilihan kepala daerah merupakan wilayah eksekutif , dan elit politik. Presiden memiliki peran penting dalam menetukan kepala daerah. Pada masa UU No.5 Tahun 1974, peranan Presiden dan Menteri dalam negeri sangat besan dan menentukan. Pejabat-pejabat Sekretaris Presiden, Depertemen dalam Negeri, Mabes ABRI sampai Kodam pun turut ambil peran.
Pada saat UU No. 22 Tahun 1999 menggatikan UU No. 5 Tahun 1974, demokrasi rakyat semakin jauh. Peranan anggota DPRD terlampau besar tidak tertandingi. Dalam hampir setiap pilkada tercium bau tak sedap : Politik uang, campurtangan elit partai baik pusat maupun daerah ikut menentukan calon kepala daerah , sehingga terjadi ajang transaksi yang melibatkan elit-elit politik.
Pembenahan sistim demokrasi dalam Pemilukada, maka UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan memiliki hubungan erat dengan UU No. 22 tahun 2007 tentang penyelenggaraan pemilu, sedikitnya tiga aspek yang mendasarinya perlu dijadikan acuan dalam pengawasan pemilukada.
1. Aspek Filosofi
Pemilihan langsung berarti mengembalikan “ hak hak dasar “ masyarakat di daerah dengan memberikan kewenangan yang utuh dalam rangka rekruitmen politik local secara demokrasi. Dalam konteks itu, Negara memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menentukan sendiri pemimpin mereka, serta menentukan sendiri segala bentuk kebijaksanaan yang menyangkut harkat hidup rakyat di daerah. Sehubungan dengan pengembalian “ hak hak dasar “ tersebut, pemilukada scara langsung menikili kandungan asumsi seperti ( a ) sumber kekuasaan adalah rakyat, ( b ) penarikan kedaulatan yang dititipkan kepada DPRD. ( c ) rakyat adalah subyek demokrasi dan ( d ) demokrasi langsung merupakan sistim politik terbaik dari yang ada.

2. Aspek Politis
Pemilukada merupakan moment untuk melakukan recruitment politik yang diselenggarakan secara teratur dengan tenggang waktu yang jelas, kompetitif, jujur dan adil. Untuk mengukur apakah pemilukada memberikan dampak besar atau kecil terhadap pembangunan di daerah, maka yang perlu dilihat adalah ( a ) kinerja pejabat politik yang dipilih melalui pemilikada, ( b ) rotasi kekuasaan secara teratur dan damai dari seorang kepala daerah kepada kepala daerah lainya atau dari satu partai politik ke partai politik lainnya, ( c ) rekruitmen terbuka untuk semua orang yang memenuhi syarat dengan kompetensi yang wajar sesuai dengan aturan yang sudah disepakati, ( d ) adanya akuntabilitas public dan ( e ) partisipasi politik massif dari masyarakat.

3. Aspek sosiologis
Pemilikada melibatkan banyak pihak seperti banyak calon, partai politik dan massa pemilih. Pemilih dalam pemilukada merupakan subyek politik utama. Karena itu, pemilukada langsung sering disebut pula sebagai kemenangan demokrasi massa atas demokrasi perwakilan. Dalam sistim demokrasi, rakyat adalah pemilik kedaulatan sejati sehingga sudah sewajarnya apabila kepercayaan dan amanah yang diberikan pada wakil rakyat tidak dapat dipertanggungjawabkan dengan baik, maka kepercayaan dan amanah tersebut dikembalikan pada pemiliknya sendiri. Pemilihan kepala daerah bukan sekedar wujud pengembalian kadaulatan di tangan rakyat, lebih dari itu rakyat berperan langsung. Biarkan rakyat memilih pemimpin dan mempengaruhi kebijakan-kebijakan public di daerah yang menyentuh kepentingan mereka sendiri. Negara berkewajiban memfasilitasi rakyat mewujudkan kedaulatan tersebut.***
( tulisan ini akan bersambung…..pada bagian kedua “masalah pilkada “,)

Tidak ada komentar: