Selasa, 02 November 2010

Politik Sesat

POLITIK SESAT



Judul ini sedikit mengkagetkan, karena kata sesat oleh banyak orang cenderung mengkaitkannya dengan aliran kepercayaan. Kata 'politik sesat' terinspirasi oleh Bang Syamsuddin Haris ( pengamat politik LIPI ) yang dalam statamentnya mengkritisi perilaku politik, kata -kata sesat ini sering dilontarkan beliau.

Akhir-akhir inipun, apa yang sering dikatakan Bang Haris bahwa 'perilaku politisi telah sesat' memang semakin nyata. Lebih-lebih kesesatan perilaku itupun terjadi ditingkat elit politik dan kekuasaan. Coba saja kita simak, kemarin dikomisi III DPR RI dalam rapat uji kelayakan dan kepatutan Kapolri baru. Disana terjadi sinetron pura-pura galak, namun semuanya telah diatur untuk menyetujuai Timur Pradopo sebagai kapolri baru. KPK masih diobok-obok, kerja Kejaksaan Agung dan kehakiman masih menuai kritik tajam. Apa yang kita lihat terjadi kebohongan publik, merekayasa situasi yang melanggar hukum, demokrasi dan etika.

Dalam kehidupan berdemokrasi, sebuah negara harus bersandar pada pilar utama yaitu kebebasan, hukum dan etika jika sebuah negara ingin tertib dan beradab. Tanpa ada jaminan kebebasan berserikat dan berekspresi, demokrasi akan sia-sia tidak ada maknanya. Tanpa ada kebebasan, sesorang atau kelompok orang tidak akan bisa tulus beraktivitas karena paksaan. Dalam hal kebebasan ini, kondisi sosial politik kita sudah memperlihatkan kemajuan besar. Orang bebas mendirikan partai politik, kemudian nanti masyarakat yang akan menentukan hidup-matinya.

Ketegasan hukum. Seseorang, masyarakat atau kelompok tertentu, jika hanya bisa menikmati kebebasan dan tidak disertai penegakan hukum yang jelas dan tegas, maka kebebasan lama-lama akan menghancurkan diri sendiri. Masyarakat dan kelompok akan terjebak dalam suasana kompetisi tanpa kendali yang berujung pada konflik dan pertikaian. Karena itu, sebuah negara yang sehat beradab, kebebasan mesti dikawal dan dijaga oleh penegakan hukum.

Di Indonesia tercinta ini, aspek penegakan hukum sangat menyedihkan sehingga pilar kebebasan menjadi destruktif, menghancurkan diri dan mengerogoti demokrasi. Kecuali penegakan hukum yang tegas dan berwibawa segere diwujudkan. KPK yang terlahir dirancang mengawal demokrasi dan reformasi agar hukum tegak, korupsi bisa dikurangi secara drastis, justeru terhambat dan diobok-obok oleh Presiden, Kepolisian, Kejaksaan dan pengadilan yang semestinya sebagai teman utama yg menjaganya.

" Etika berpolitik kita ternyata sesat". Jika mengacu pada Pancasila adalah dasar dan idiologi negara, maka perjalanan bangsa ini sudah sampai pada tahapan etika. Di atas kebebasan dan penegakan hukum ada etika berpolitik dan demokrasi yang jauh lebih tinggi derajatnya. Merupakan refleksi dan manivestasi sila ketuhanan dan kemanusian dalam Pancasila. Kalau kebebasan dan hukum untuk memperkokoh semangat kebangsaan dan kerakyatan, etika merupakan pesan ketuhanan dan kemanusiaan. Pada tahap ini orang berdemokrasi dan berpolitik tidak saja berpegang pada kaidah hukum, tetapi juga lebih kesadaran dan kepantasan moral.

Sungguh menyedihkan jika kita melihat situasi perkembangan politk saat ini. Semua orang ingin bebas, bebas mendirikan partai, bebas berekspresi. Bahkan ada kelompok yang ingin bebas menggunakan kekuasaan yang tengah dimilikinya untuk kepentingan diri dan kelompoknya. Disana juga ada yang ingin bebas korupsi lalu bebas dari jeratan hukum. Dari rentetan politik sesat inipun, kelompok ekstrim-radikal dan teroris juga ikut ingin bebas menyerang negara dan menghujat Pancasila.

Kami rakyat semakin letih. Bencana alam datang silih berganti, kecelakaan tranportasi saling menyusul. Lantas bertanya, dimana negaraku ?, apa yang dilakukan pemerintah untuk melindungi rakyatnya ?, lagi sibuk apa porpol yang ada ?. Padahal semua yang ada itu dibentuk untuk memajukan demokrasi, melindungi rakyat demi memajukan bangsa..,****

Tidak ada komentar: